Anda mungkin sering mendapati anak ketakutan saat mendengar suara keras seperti suara pesawat, blender, petir, atau suara berisik lainnya. Hal ini mungkin membuat Anda bertanya-tanya, apakah respons ketakutan yang dialami si kecil normal ataukah tidak. Lantas, kenapa ada anak yang begitu takut dengan suara keras dan bagaimana mengatasi rasa cemas yang dialami si kecil? Yuk, simak penjelasan berikut!
Memahami rasa takut anak terhadap suara keras
Melansir Kids Health, anak mungkin mengalami rasa takut pada hal-hal tertentu di usia bayi atau balita.
Biasanya, seiring bertambahnya usia, ia sudah bisa mengatasi rasa takut tersebut dengan sendirinya.
Meski begitu, terkadang beberapa anak mungkin masih takut pada suara-suara tertentu hingga di usia yang cukup besar, bahkan sampai dewasa.
Rasa takut ini biasanya bervariasi. Beberapa anak mungkin takut pada suara keras yang muncul tiba-tiba, seperti suara petir atau bunyi blender.
Namun, ada pula anak yang takut pada suara keras terus-terusan, seperti saat berada di jalan raya atau di konser musik.
Apa penyebab anak takut mendengar suara keras?
Biasanya, rasa takut anak pada suara keras karena alasan-alasan yang wajar seperti:
- kaget karena kemunculan suara yang tiba-tiba,
- anak tumbuh di lingkungan yang sunyi sehingga tidak terbiasa dengan suara berisik, atau
- ia sering ditakut-takuti dengan suara keras baik oleh keluarga maupun teman.
Namun, pada kondisi tertentu, rasa takut anak saat dengar suara keras bisa jadi karena mengalami masalah pada tubuhnya, seperti:
- gangguan pada pendengaran,
- ligyrophobia atau phonophobia (fobia dengan suara berisik atau keras), dan
- gejala autis.
Bagaimana cara mengatasi anak yang takut pada suara keras?
Jika terlalu sensitif pada suara keras disebabkan oleh faktor medis, diperlukan terapi khusus sesuai dengan masalah kesehatan yang anak derita.
Sementara jika disebabkan oleh hal-hal wajar, Anda dapat mengatasinya dengan trik-trik tertentu.
Berikut ini beberapa tips yang bisa Anda coba.
1. Bicarakan pada anak tentang ketakutannya
Anak memiliki rasa takut berlebihan pada suara keras mungkin karena disertai dengan imajinasi tertentu.
Mungkin ia membayangkan suara keras identik dengan monster, kekejaman, dan sebagainya.
Terkadang, anak secara otomatis menghubungkan hal-hal tersebut di pikirannya sehingga membuatnya takut.
Oleh karena itu, sampaikanlah dengan pelan bahwa suara keras tersebut bukanlah hal-hal buruk seperti yang ia bayangkan.
2. Tidak menakut-nakuti anak dengan suara keras
Agar tidak timbul imajinasi seram di bayangan si kecil, sebaiknya hindari menakut-nakutinya dengan suara keras.
Ambil contoh, sebaiknya Anda tidak membentak anak, mengagetkan ia dengan sengaja, menghubung-hubungkan suara keras dengan monster, dan sebagainya.
Perlu Anda ketahui bahwa rasa takut itu hasil rekayasa otak.
Jika Anda sering menghubungkan suara keras dengan hal yang seram maka otak akan merekam hal tersebut, akibatnya anak pun menjadi takut setiap kali mendengar suara keras.
3. Tunjukkan reaksi yang tepat saat mendengar suara keras
Anak adalah peniru yang andal.
Terkadang, tanpa disadari, anak-anak ternyata meniru kebiasaan orang tuanya. Saat Anda ketakutan bila mendengar suara keras, anak akan mengira itulah reaksi yang wajar.
Alhasil, secara tidak langsung, ia pun menirunya.
Oleh karena itu, coba koreksi cara Anda bereaksi agar si kecil bisa meniru dengan tepat.
Bila memungkinkan, ajarilah secara langsung bagaimana reaksi yang tepat saat mendengar suara keras.
4. Ajarkan anak menenangkan diri dari rasa takutnya
Beberapa anak mungkin menghadapi rasa takut terhadap sesuatu, bahkan hingga ia beranjak dewasa. Rasa takut merupakan hal wajar.
Nah, yang perlu Anda perhatikan adalah bagaimana ia menghadapi rasa takut tersebut. Reaksi takut yang berlebihan dapat menyulitkan anak di masa depan.
Alangkah baiknya, sejak dini ajarilah anak cara menenangkan diri ketika rasa takut menderanya, misalnya dengan menarik napas dalam, mengelus dada, dan berdoa.
5. Bimbing anak untuk bertindak dengan tepat
Saat anak takut pada suara keras atau bising, ia mungkin akan melakukan tindakan yang keliru, seperti ikut berteriak, marah, atau membenamkan diri.
Tindakan tersebut sebenarnya tidaklah menyelesaikan masalah. Solusinya, ajarkan anak bertindak solutif untuk menghalau rasa takutnya.
Ambil contoh, jika takut pada suara bising, cukup menjauh dari suara tersebut dengan tenang tanpa harus emosi.
Begitupun ketika ia takut pada suara blender, ajarkan ia untuk menyampaikan ketakutannya dan meminta Anda untuk mematikannya.
6. Ajarkan anak membedakan suara keras yang berbahaya
Rasa takut anak pada suara keras tidak selamanya buruk.
Sebenarnya, itu merupakan respons alamiah manusia untuk waspada terhadap tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi di sekitar.
Hanya saja, anak mungkin sulit membedakan mana suara keras yang aman dan mana yang berbahaya.
Jadi, mulai ajarkan mereka untuk mengetahui suara-suara yang berbahaya, seperti bunyi klakson mobil di jalan.
Agar ketika anak mendengar suara tersebut, ia tahu harus berbuat apa.
Kapan harus ke dokter jika anak takut pada suara keras?
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, takut pada suara keras sebenarnya adalah hal yang wajar terjadi pada anak.
Namun sebaiknya, Anda waspada jika hal tersebut disertai gejala-gejala lainnya, seperti:
- berkeringat dingin,
- jantung berdetak kencang,
- sakit dada,
- mual atau muntah, dan
- pingsan.
Gejala-gejala tersebut bisa jadi pertanda phonophobia, yaitu semacam gangguan kejiwaan yang menyebabkan seseorang takut secara berlebihan pada suara keras.
Segeralah periksakan anak ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Selain itu, mengutip situs Northwestern University, terlalu sensitif pada suara keras bisa jadi pertanda gejala autis pada anak.
Jadi, sebaiknya Anda waspada jika anak juga mengalami masalah tumbuh kembang seperti:
Sebaiknya Anda segera berkonsultasi ke dokter untuk memastikan kondisi tersebut.
Dokter nantinya akan melakukan sejumlah pemeriksaan, seperti tes pendengaran dan tes perkembangan anak.
Hal ini bertujuan untuk memastikan apakah rasa takut tersebut adalah hal yang wajar atau tidak sekaligus memberikan saran penanganan yang tepat untuk si kecil.